Reaksi


Jeda - Suatu ketika ada tangga yang menutupi jendela, dia mengambil pisau untuk memutuskan tali yang selama ini mengikatnya. Akan tetapi, pisau tersebut ternyata tumpul, butuh berkali-kali usaha melepaskan, sembari melampiaskan kekesalan. Tenaganya seakan mau habis sebelum keinginannya tergapai, menaiki tangga yang entah ada apa diatasnya. 

Selang waktu berlalu, akhirnya dia lepas dengan keringat bercucuran di sekujur badan. Kemudian berdiri, jauh dari kata tegap, menarik nafas dalam-dalam, mengumpulkan sisa tenaga yang masih ada (dalam benaknya). Berjalan terpincang-pincang, matanya sayu sambil berbicara sebarang yang berisi omong kosong. Langkahnya kalah oleh binatang kecil disampingnya. Ketika tiba di depan tangga, tangannya langsung tegar, namun pegangannya tetap saja bergetar. Bagaimana bisa menaiki tangga dengan keadaan yang mengkhawatirkan seperti itu?

Dengusan nafasnya semakin tidak karuan, udara di sekitar hanya diam menyaksikan. Ruangannya lembab, tidak ada cahaya selain binar matanya yang terpancar dan tercampur air mata. Memang keadaannya belum gelap gulita, belum membutakan penglihatan seluruhnya. Jika bukan perlahan meraba, dia akan memukul semua benda yang disentuhnya dengan membabi buta. Kepalan tangan yang kuat seakan percuma jika diperkirakan seperti apa hasilnya, sampai-sampai tulang jarinya berbunyi, tidak ada yang dia genggam, pun tidak ada yang menggenggam. 

Setelah berhasil menaklukkan diri, kaki kanannya mulai naik menginjak, kemudian diikuti kaki kiri di sebelahnya, melakukan hal yang sama. Satu tumpuan berhasil dilalui, dia malah jatuh tersungkur lagi. Sontak tangga yang berada di hadapannya menertawakan, lalu mencoba melumpuhkan. Seperti memberi semacam peringatan, seharusnya dari awal tak perlu menghadapi, selain mati tidak ada pilihan lain lagi. Ya, bunuh diri itu memang indah bagi beberapa makhluk yang (merasa) tak ada wujudnya. Tangga itu sama sekali tidak jahat, dia saja yang terlampau lewat mengikuti hasrat. 

Dari peristiwa ini, ada satu dzat di tubuhnya yang senang dengan kelumpuhan, merayakan sesuatu dengan riang, berlari mulai dari kepala sampai ujung kaki. Menari dan bernyanyi lantang dalam aliran darah tertutup. Jaringan pembuluh darah yang gagal terbentuk, dibuatnya panggung untuk luntang-lantung. Ternyata dzat tersebut muncul ketika pertama kali ada lawan untuk berkelahi, mungkin selama ini diam karena sendiri. Tidak ada yang bisa diajak pergi, tidak ada yang bisa dibujuk mati. 


(Lumpuh, reaksi ketika berhadapan dengan segala apapun jenismu yang tak tersentuh).


***

Komentar