Implisit (Babak Ketiga)

Puncak, Bogor - Jawa Barat

Terusan,

Kepada dimana yang bernyawa


Babak Ketiga - Aku mengagumi mulai dari rambutmu yang hitam lurus, mengurai seakan bergerak bebas meski seringkali mereka buntu dengan bentuk tak berujung. Setiap kali Tuhan menetapkan sesuatu, kau menciptakan warna di setiap helaiannya. Ada fenomena lain ketika kau memutuskan untuk membuat mereka jatuh, bergulung-gulung atau beruntun-runtun, bahkan ketika kau mengikat mereka dengan ikat rambutmu yang juga hitam, hampir tenggelam. Ketika jatuh dia diacuhkan, terlantar di meja atau tempat lain yang menyudutkan. Lucunya, dari ketidakpedulianku itu aku mulai memperhatikan.

Kemudian alismu yang menurut lemah pandangku melengkung teratur, tidak tebal dan tidak tipis, tidak tinggi dan tidak rendah. Diciptakan simetris, memudahkan mereka mengenal puji dan puja. Alismu menjaga sisi sederhana dari mereka yang pelik penuh drama. 

Lalu di kehidupan yang berukuran kurang dari sepanjang rentangan antara ujung ibu jari dan ujung jari lain, ada hasrat yang berhasil kau bawa jauh oleh bentuk matamu yang tidak lebar dan bulat, bagian tajamnya berhasil menciptakan sikap hangat. Dari pandanganmu juga banyak lahir hal baik yang sensitif, istimewanya kau mengatur semua dengan intuitif. 

Hhm.. mungkin hidungmu akan malu jika melihat dan mendengar racauannya, lalu bibirmu tersipu menyempurnakan mereka yang hidup diatasnya. Dari lekukan pipi hingga goresan jemari yang tersembuyi, dagumu menutup harapan-harapan menjadi kiasan, menjadikan lamunan seperti surga yang belum bisa digambarkan. Pertanyaannya, sampai kapan? Belum tahu, biarkan mereka menikmati waktu. Selain mengenang, ada hal lain yang bisa dilakukan di masa yang akan datang.

Selanjutnya pakaian penutup badan bagian atas yang kau kenakan, baik itu berlengan pendek atau panjang, selalu bisa meneduhkan, yang tidak berlengan pun selalu kau tutup di lantai tiga dengan lapisan. Jika tidak keduanya, kau biasa berlengan tujuh per delapan, menyimpulkan selera yang kau bangun dari waktu ke waktu. Aku juga mengagumi baju luar berlengan dengan bukaan di depan yang kau kenakan ketika pulang, warnanya gelap belum hitam. Dan mereka yang membungkus tungkai secara terpisah, sudah indah pada tempatnya.

Cara kau berjalan dengan sepatu atau sandal yang kau pakai, cara kau tertidur di bidang datar dengan daun dan penyangganya, cara kau berbicara, cara kau bernyanyi dan hahahihi, itu semua cukup menyerbakkan. Melampaui rongga yang berbatas, sela-sela antara aku dan diriku membau, mengendusi pergelangan tangan bagian dalam. Kau mewangi dengan jenis keharumanmu, sedangkan aku? Mengagumimu.

Akhirnya jauh sebelum terlingkung oleh bidang, kekaguman itu melampaui, melewati batas membentuk sendiri. Hingga tiba nanti di perhinggaan, hasrat terdalamnya diam-diam menembus yang tak pernah kau bayangkan.


***

Komentar