Catatan Pembunuh

Jembatan Kutai Kartanegara dan Sungai Mahakam - Kalimantan Timur

EMPAT TAHUN SILAM..

***

(16 November 2016)
Ada perasaan menggelitik ketika kau cabik rongga dadamu, dingin dan tenang memang. Tapi perlahan paru-parunya mulai retak, terapit pembuluh dalam liarnya. Pucat terhisap, tenggorokannya sesak oleh udara kabut. Nadinya bersendagurau menakut-nakuti iramamu, tapi tak mesti diselami lebih dalam lagi. Lalu jantungnya dicengkeram, ditelan, dilenyapkan. Gelap perlu, suasanamu hanya keadaan yang bisa berubah suatu waktu. Waktu kau membunuh, waktuku terbunuh. Sesederhana itu. Sekarang terang, esok benderang, lusa matahari akan datang, menyapamu tepat diatas jasad yang lebih biadab. Jadi masih banyak hal penting seperti cahaya, jatuh? Sudah biasa.


(12 September 2017)
Dengar, kau bahkan tak nampak. Sesekali muncul di kesah keluh. Lihatlah dirimu yang setengah lumpuh, masih saja terlihat angkuh. Peringatan dengan cara dibunuh, ternyata tak berpengaruh. Kau jadikan malam sebagai perbandingan, membuat makhluk sepertiku menjadi makhluk sepertimu. Lalu kau pertanyakan jalan, sedang Tuhan jauh hari sudah merencanakan. Perlahan dijelaskan, kemudian disebabakibatkan. Tapi rupanya, kau dan aku masih rancu begitu. Antara saling butuh atau lagi-lagi harus saling membunuh.


(15 Desember 2018)
Egonya masih sama, maklumi saja. Kadang sulit menyederhanakan hal yang ga keliatan. Masih harus benar-benar belajar menjadi orang yang lebih tidak peduli lagi.


(31 Juli 2019)
Ternyata pembunuh itu masih hidup, padahal setahu saya dia sudah dibunuh waktu itu. Karena masih sangat terasa darahnya yang segar, hangatnya kuku tangan saya yang berhasil mencungkil kulit dan mencabik-cabiknya. Masih terngiang suara merdu tulang yang patah, teriakan sakit dan minta ampunan.

Haus dan lapar lega ketika membunuh hal yang tak kasatmata. Siapa dia? Kembaran saya.

Dulu kebingungan, menggambarkan bayi yang saya lihat berjalan waktu tahlilan di rumah teman. Juga makhluk lain yang tidak bisa digambarkan. Mereka merasakan.

Sekarang mulai tenang. Sepertinya kami akan tetap hidup, setelah dimatikan. Kami pun akan bangkit, setelah saling menyakiti dan tahu rasanya menyakitkan. Kami juga akan berlari, berjalan dan akan sama-sama diam.

Komentar